BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Kematian ibu menurut WHO
adalah kematian yang terjadi saat hamil, bersalin, atau dalam 42 hari pasca
persalinan dengan penyebab yang berhubungan langsung atau tidak langsung
terhadap kehamilan. Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan, di seluruh
dunia lebih dari 585 ribu ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin.
Artinya, setiap menit ada satu perempuan yang meninggal (BKKBN, 2009).
Penyebab kematian ibu
sesuai penelitian beberapa pihak, paling
banyak adalah akibat perdarahan, dan penyebab tidak langsung lainnyaseperti
terlambat mengenali tanda bahaya karena tidak mengetahui
kehamilannya dalam resiko yang cukup tinggi, terlambat mencapai fasilitas untuk
persalinan dan terlambat untuk mendapatkan pelayanan.
Selain itu, terlalu muda
mempunyai anak, terlalu banyak melahirkan, terlalu dekat jarak kehamilan,
terlalu tua mempunyai anak, dan kurangnya partisipasi masyarakat karena tingkat
pendidikan ibu masih rendah, dan social budaya tidak mendukung.
Termasuk kurang akses ibu
bersalin terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas ,yang disebabkan
penyebaran tempat pelayanan kesehatan yang belum optimal, kualitas, dan
efektifitraas pelayanan kesehatan ibu belum mantap, dan lemahnya manajemen
kesehatan di berbagai tempat.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator
untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan
salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium pada
tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai
sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu. Dari
hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke
waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan
millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus.
Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia
sebesar 228 per 100.000 Kelahiran Hidup,
Meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Sementara target
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per
100.000 Kelahiran Hidup.
Berdasarkan kesepakatan
global (Millenium Development Goals/MDGs,
2000) pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar
tiga-perempatnya dalam kurun waktu 1990-2015 dan Angka Kematian Bayi dan Angka
Kematian Balita menurun sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 saat ini
(2007) mencapai 228 kematian per 100000 kelahiran hidup. Berdasarkan hal
itu Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi
102/100.000 KH, Angka Kematian Bayi dari 68 menjadi 23/1.000 KH, dan Angka
Kematian Balita 97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015.
Penyebab langsung
kematian ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan segera setelah
persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (28%),
eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung kematian ibu antara
lain Kurang Energi Kronis/KEK pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan
(40%). Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan risiko terjadinya
kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia. Sedangkan berdasarkan
laporan rutin PWS tahun 2007, penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan
(39%), eklampsia (20%), infeksi (7%) dan lain-lain (33%).
(Dinkes palembang, 2011)
Pada saat ini Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi. Gambaran penurunan AKI
menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dari tahun 1994, 1997,
sampai 2000 adalah 390/100000 kelahiran hidup, 334/100000 kelahiran hidup, dan
307/100000 kelahiran hidup.
Angka kematian ibu dan
bayi menjadi tolak ukur dalam menilai derajat kesehatan suatu bangsa, oleh karena itu pemerintah samngat
menekan untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi melalui program program
kesehatan.
(Sulistyawati, 2010)
Angka kematian bayi di Provinsi Sumatera Selatan tahun
2009 adalah 0,8 (79 kematian bayi), sedangkan pada tahun 2008 adalah 3,4 (537
kematian bayi). Angka Kematian Ibu di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009
adalah 150,93 per 100.000 kelahiran hidup (143 kematian), sedangkan pada tahun
2008 adalah 79,31 per 100.000 kelahiran hidup (124 kematian). AKI provinsi
Sumatera Selatan masih berpedoman pada hasil SUSENAS 2005yaitu 262 per 1000
kelahiran hidup. Hal ini menunjukkan bahwa AKI cenderung mengalami penurunan.
Tetapi bila dibandingkan dengan target yang ingin dicapai secara nasional pada
tahun 2010, yaitu sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup, maka apabila
penurunannya masih seperti tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan target tersebut
di masa mendatang sulit dicapai.
(Dinkes Prov. Sumsel, 2010)
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat
yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%)
atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala
dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelinan mata dan telinga, retardasi
mental, kejang-kejang dan ensefalitis. Kejadian toksoplasmosis pada ibu hamil memang jarang kita dengar namun
jika ditelisik lebih jauh ini adalah salah satu penyakit infeksi yang dapat
mendorong naiknya angka kematian ibu dan anak.
Sehubungan dengan latar belakang di atas maka
penulis tertarik untuk membahas kasus yang berjudul “ Asuhan Kebidanan pada
G2P1A0 Hamil 28 Minggu 2 Hari Dengan Toksoplasmosis”
1.2
TUJUAN
1.2.1
TUJUAN KHUSUS
Adapun
tujuan khusus dari makalah ini adalah menambah pengetahuan tentang “TOKSOPLASMOSIS”.
1.2.2
TUJUAN UMUM
1.
Sebagai
pemenuhan tugas mata kuliah
ASKEB IV (Patologi),
2.
Menambah
wawasan dan pengetahuan pembaca.
1.3
MANFAAT
1.3.1 BAGI MAHASISWA
a. Makalah
ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan asuhan kebidanan khususnya pada ibu
hamil dengan toxoplasmosis.
b. Makalah
ini dapat memberikan informasi sumbangan pemikiran dalam memberikan asuhan
kebidanan pada ibu hamil dengan toxoplasmosis
c. Makalah
ini dapat diguanakan untuk masukan dalam rangka meningkatkan upaya-upaya
penurunan angka kematian ibu dan anak.
1.3.2 BAGI NY.”A”
Diharapkan
agar Ny. “A” lebih mengetahui mengenai resiko kehamilannya dan mampu
melaksanakan konseling yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KEHAMILAN
2.1.1 DEFINISI
KEHAMILAN
Kehamilan
merupakan suatu mata rantai yang berkesinambungan dan dimulai dari ovulasi
pelepasan ovum, terjadi migrasi spermatozoa dan ovum, proses konsepsi, nidasi
(implantasi) pada endometrium, pembentukan plasenta dan tumbuh kembang hasil
konsepsi hingga kira-kira 280 hari (40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari
(43 minggu) (Prawirohardjo, 2005).
2.1.2 TANDA-TANDA KEHAMILAN
Kehamilan
matur (cukup bulan) berlangsung kira-kira 40 minggu (280 hari) dan tidak lebih
dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang berlangsung antara 28 – 36 minggu
disebut kehamilan premature, sedangkan bila lebih dari 43 minggu disebuit
kehamilan post matur .
Menurut Prawirohardjo (2006), kehamilan dibagi dalam tiga triwulan yaitu
triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai tiga bulan,
triwulan kedua dari bulan keempat sampai enam bulan, triwulan ketiga dari bulan
ketujuh sampai sembilan bulan.
Menurut usia
kehamilan, kehamilan dibagi menjadi:
a.
Kehamilan trimester pertama : 0-14
minggu
b.
Kehamilan trimester kedua : 14-28 minggu
c.
Kehamilan trimester ketiga :28-42
minggu
Gejala kehamilan tidak tidak pasti
1)
Amenore (tidak mendapat haid)
2)
Nausea (enek) dengan atau tanpa vomitus (muntah).
Sering terjadi pada pagi hari pad bulan bulan pertama kehamilan, disebut
morning sickness
3)
mengidam (menginginkan makanan atau minuman
tertentu)
4)
Konstipasi/obstipasi, disebakan penurunan
peristaltik usus oleh hormone steroid
5)
Sering kencing. Terjadi karena kandung kencing
pada bulan-bulan pertama kehamilan tertekan uterus yang mulai membersar. Gejala
ini berkurang perlahan-lahan, lalu tuimbul lagi pada akhir kehamilan
6)
Pingsan dan mudah lelah, pingsan sering dijumpai
bila berada di tempat ramai pada bulan bulan pertama kehamilan, lalu hilang
setelah kehamilan 18 minggu
7)
Anoreksia (tidak nafsu makan)
Tanda kehamilan tidak pasti
1)
Pigmentasi kulit .terjadi kira-kira minggu ke -12
atau lebih. Disebut juga sebagai kloasma gravidarum.
2)
Leukore, sekret serviks meningkat karena pengaruh
peningkatan hormone progesterone
3)
Epulis (hipertropi papilla ginggiva)
4)
Perubahan payudara. Payudara menjadi tegang dan
agak membesar karena penmgaruh hormone estrogen dan progesterone yang
merangsang duktuli dan alveoli payudara.
5)
Pembesaran abdomen
6)
Suhu basal meningkat antara 37,2-37,8oc
7)
Perubahan organ-organ dalam pelvic:
a)
Tanda Chadwick: vagina livid, terjadi kira-kira
minggu ke -6
b)
Tanda hegar: segmen bawah rahim lembek pada
perabaan
c)
Tanda piscasek: uterus mebesar ke salah satu
jurusan
d)
Tanda Braxton hicks: uterus berkontraksi bila
dirangsang
Tanda pasti kehamilan
a.
Pada palpasi dirasakan bagian janin dan
ballotement serta gerak janin
b.
Pada auskultasi terdengar bunyi jantung janin, dengan laennec terdengar
pada usia 18-20 minggu, dengan doppler terdengar pada 12 minggu
c.
Dengan USG atau scanning dapat dilihat gambaran
janin, pada pemeriksaan sinar x tampak kerangka janin, tidak dilakukan lagi
karena dampak radiasi terhadap janin.
Diagnosis banding kehamilan
Pseudosiesis
(wanita yang sangat menginginkan kehamilan menyebabkan gejala-gejala seperti hamil),
sistoma ovary, vesika urinaria dengan retensi urin, dan menopause.
(FKUI,
2001)
2.2 ANTENATAL CARE (ANC)
2.2.1 DEFENISI
ANTENATAL CARE
Antenatal Care adalah perawatan yang ditujukan
kepada ibu hamil, yang bukan saja bila ibu sakit dan memerlukan perawatan,
tetapi juga pengawasan dan penjagaan wanita hamil agar tidak terjadi kelainan
sehingga mendapatkan ibu dan anak yang sehat (Mochtar, 1998).
Pelayanan antenatal (Antenatal Care) adalah pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya,
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam
Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium
rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang
ditemukan dalam pemeriksaan).
Dalam penerapannya
terdiri atas :
1.
Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2.
Ukur tekanan darah.
3.
Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
4.
Ukur tinggi fundus uteri.
5.
Tentukan presentasi janin dan denyut jantung
janin (DJJ).
6.
Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan
imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan.
7.
Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet
selama kehamilan.
8.
Test laboratorium (rutin dan khusus).
9.
Tatalaksana kasus.
10. Temu
wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K) serta KB pasca persalinan.
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan
darah, hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus
dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok berisiko, pemeriksaan
yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria. Tuberculosis,
kecacingan dan thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal
disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar
tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4
kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang
dianjurkan sebagai berikut :
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk
menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko,
pencegahan dan penanganan komplikasi.
Kehamilan
sebagai keadaan fisiologis dapat diikuti proses patologis yang mengancam
keadaan ibu dan janin. Dokter harus dapat mengenal perubahan yang mengkin
terjadi sehingga kelainan yang ada dapat dikenal secara dini. Tujuan
pemeriksaan antenatal ini adalah menyiapkan fisik dan mental ibu serta
menyelamartkan ibu dan anak dalam
kehamilan, persalinan, dan masa nifas agar sehat dan normal setelah ibu
melahirkan.
(Ambarwati, 2010)
2.2.2
KUNJUNGAN
AWAL DAN KUNJUNGAN LANJUTAN
Kunjungan Pertama
Kunjungan
pertama ibu hamil adalah kesempatan untuk mengenali faktor resiko ibu dan
janin. Bila dijumpai kelainan, baik dari pemeriksaan fisik maupun laboratorium,
perlu diberi penatalaksanaan khusus.
a.
Ibu diberi tahu tentang kehamilan, perencanaan
tempat bersalin, juga perawatan bayi dan ibu menyusui. Informasi yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut:
b.
Kegiatan fisik dapat dilakukan dalam batas normal
c.
Kebersihan pribadi khususnya daerah genitalia
harus lebih dijaga karena selama kehamilan terjadi peningkatan sekret vagina
d.
Pemilihan makanan sebaiknya bergizi dan berserat
tinggi
e.
Pemakaian obat harus dikonsulkan dahulu dengan
dokter atau tenaga medis lainnya
f.
Wanita perokok atau peminum alkohol harus
menghentikan kebiasaannya. Suamipun perlu diberi pengertian tentang keadaan
istrinya yang sedang hamil.
Anamnesis. Pada wanita
dengan haid terlambat dan diduga hamil, ditanyakan hari pertama haid terakhir
(HPHT)nya. Taksiran partus dapat ditentukan bila HPHT diketahui dan siklus
haidnya teratur 28 hari dengan menggunakan rumus naegele.
Bila
ibu lupa HPHT, tanyakan tentang hal lain seperti gerakan janin. Untuk
primigravida gerakan janin terasa pada kehamilan 18 minggu sedangkan
multigravida 16 minggu. Nausea biasanya hilang pada kehamilan 12-14 minggu
Tanyakan
riwayat kehamilan, persalinan, nifas sebelumnya serta berat bayi yang pernah dilahirkan.
Demikian pula riwayat penyakit yang
pernah di derita seperti penyakit jantung, paru, ginjal, diabetes mellitus,
dll. Selain itu tanyakan riwayat menstruasi, kesehatan, keluarga, sosial,
obstetric, kontrasepsi dan faktor resiko yang mungkin ada pada ibu.
Pemeriksaan umum. Pada
ibu hamil yang datang pertama kali lakukan penilaian keadaan umum,status gizi,
dan tanda vital. Pada mata dinilai ada tidaknya konjungtiva pucat, sklera
ikterik, edema kelopak mata, dan kloasma gravidarum. Pertiksa gigi untuk
melihat adanya infeksi fokal. Periksa pula jantung, paru, mammae, abdomen,
anggota gerak secara lengkap. Catat seluruh data yang didapat.
Pemeriksaan obstetrik.
Terdiri dari pemeriksaan luar dan
pemeriksaan dalam .sebelum pemeriksaan kosongkan kandung kemih. Kemudian ibu
diminta berbaring telentang dan pemeriksaan dilakukan diisi kanan ibu.
Pemeriksaan luar. Lihat apakah uterus berkontraksi atau tidak
.bila berkontraksi, harus ditunggu sampai dinsing perut lemas agar dapa
diperiksa secara teliti.agar tidak terjadi kontraksi dinding perut akibat
perbedaan suhu dengan tangan pemeriksa, Sebelum palpasi kedua tangan pemeriksa
digosokan dahulu
Cara
pemeriksaan yang umum digunkan adalah cara Leopold yang dibagi dalam 4 tahap.
Pada Leopold I, II, dan III pemeriksa menghadap ke arah muka ibu, sedangkan pada Leopold IV kearah kaki.
Pemeriksaan
Leopold I untuk menentukan TFU sehingga usia
kehamilan dapat diketahui. Selain secara anatomi, TFU dapat ditentukan
dengan pita pengukur. Bandingkan usia kehaamilan yang didapat dengan hari pertama haid terakhir. Selain
itu, ditentukan pula bagian janin pada fundus uteri.kepala teraba sebagai benda
keras dan bulat, sedangkan bokong lunak dan tidak bulat
Dengan
pemeriksaan Leopold II ditentukan batas samping uterus dan posisi punggung pada
bayi letak memanjang. Pada letak lintang ditentukan letak kepala. Pemeriksaan
Leopold III menentukan bagian janin yang berada di bawah.
Leopold
IV, selain menentukan bagian janin yang berada di bawah, juga bagian kepala
yang telah masuk pintu atas panggul. Bila kepala belum masuk pintu atas
panggul, teraba ballotemen kepala.
Dengarkan
DJJ pada daerah punggung janin dengan stetoskop monaural (laenec) atau Doppler.
Dengan laene, DJJ terdengar pada kehamilan 18-20 minggu ,sedangkan dengan
Doppler terdengar pada kehamilan 12 minggu
Dari
hasil pemeriksaan luar diperoleh data berupa usia kehamilan, letak janin
presentasi janin, kondisi janin, serat taksiran berat janin
Pemeriksaan dalam.
Siapkan ibu dalam posisi litotomi lalu bersihkan daerah vulva dan perineum
dengan larutan antiseptic.inspeksi vulva dan vagina apakah terdapat luka
,varises, radang dan tumor. Selanjutnya lakukan pemeriksaan inspekulo.lihat
ukuran dan warna porsio, dinding dan secret vagina. Lakukan pemeriksaan colok
vagina dengan memasukkan telunjuk dan jari tengah. Raba adanya massa di adnexa
dan parametrium.perhatikan letak, bentuk, dan ukuran uterus serta periksa
konsistensi, arah, panjang porsio dan pembukaan serviks.
Pemeriksaan
dalam ini harus dilakukan dengan cara palpasi bimanual.
Pemeriksaan panggul.
Lakukan penilaian akomodasi panggul bila usia kehamilan 36 minggu karena
jaringan dalam rongga panggul lebih lunak sehingga tidak menimbulkan rasa
sakit. Masukan telunjuk dan jari tengah ke dalam liang vagina. Bila teraba,
tentukan panjang konjugata diagonalis. Dengan ujung jari menelusuri linea
inomintaa kiri dan kanan sejauh mungkin.
Tentukan bagian yang teraba .raba lengkung sacrum dan tentukan apakah spina
ischiadica kiri dan kanan menonjol ke dalam. Raba dinding pelvic, apakah lurus
atau konvergen ke bawah dan tentukan panjang distancia interspinarum. Arahkan
bagian palmar jari-jari tangan ke dalam simpisis dan tentukan besar sudut yang
dibentuk antara os pubis kanan dan kiri
Pemeriksaan laboratorium.
Pada kunjungan pertama diperiksa kadar hemoglobin darah, hematokrit dan hitung
leukosit. Dari urin diperiksa beta-Hcg,protein dan glukosa.bila perlu, lakukan
pemeriksaan golongan darah, faktor rhesus, reaksi wasserman, kahn, serologi,
berat jenis urin, sitologi, vaginal, dll
Kunjungan selanjutnya
Jadwal
kunjungan pada kehamilan 0-28 minggu dilakukan 4 minggu; 28-36 minggu tiap 2
minggu; setelah 36 minggu dilakukan tiap minggu sampai bayi lahir. Setiap
kunjungan lakukan pengukuran berat badan ibu, tekanan darah, tinggi fundus
uteri, pemeriksaan Leopold, dan dengar DJJ. Hasil harus dibandingkan dengan
pemeriksaan sebelumnya.
(FKUI,
2001)
2.2.3
TUJUAN ANTENATAL CARE
Tujuan dari asuhan Antenatal Care adalah untuk memantau kemajuan kehamilan dan
memastikan kesehatan ibu serta tumbuh kembang bayi, juga untuk meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu. Disamping tujuan di
atas, Antenatal Care juga bertujuan untuk mengenali secara dini adanya
ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil termasuk
riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan, mempersiapkan
persalinan yang cukup bulan, melahirkan dengan selamat baik ibu maupun bayinya
dengan trauma seminimal mngkin, mempersiapkan bu agar masa nifas berjalan
normal dan pemberian ASI ekslusif, mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam
menerima kesehatan bayi agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (Mochtar, 1998)
Tujuan
asuhan antenatal
1.
Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan
kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi
2.
Meningkatkan dan mepertahankan kesehatan fisik,
mental, dan sosial ibu dan bayi
3.
Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau
komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk selama hamil, termasuk
riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pe,bedahan
4.
Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan
dengan selamat, I bu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin
5.
Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan
normal dan pemberian ASI ekslusif
6.
Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima
kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secar optimal.
(Prawirohardjo, 2006)
2.2.4 JADWAL
KUNJUNGAN
Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling
sedikit empat kali selama kehamilan, yaitu :
a.
Satu
kali pada triwulan pertama,
b.
Satu
kali pada triwulan kedua,
c.
Dua
kali pada triwulan ketiga.
(Prawirohardjo, 2006)
2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARITAS
a.
Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah dalam memperoleh menerima
informasi, sehingga kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional. Ibu yang
mempunyai pendidikan tinggi akan lebih berpikir rasional bahwa jumlah anak yang
ideal adalah 2 orang.
b.
Pekerjaan
Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan
jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk
mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan. Banyak anggapan bahwa
status pekerjaan seseorang yang tinggi, maka boleh mempunyai anak banyak karena
mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari.
c.
Keadaan
Ekonomi
Kondisi ekonomi keluarga yang tinggi mendorong ibu untuk mempunyai
anak lebih karena keluarga merasa mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup.
d.
Latar Belakang Budaya
Cultur universal adalah unsur-unsur kebudayaan yang bersifat
universal, ada di dalam semua kebudayaan di dunia, seperti pengetahuan bahasa
dan khasanah dasar, cara pergaulan sosial, adat-istiadat, penilaian-penilaian
umum. Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap
berbagai masalah.
Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena
kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi
anggota kelompok masyarakat asuhannya. Hanya kepercayaan individu yang telah
mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan
sikap individual.
Latar belakang budaya yang mempengaruhi paritas antara lain adanya
anggapan bahwa semakin banyak jumlah anak, maka semakin banyak rejeki.
e.
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng. Dengan kata
lain ibu yang tahu dan paham tentang jumlah anak yang ideal, maka ibu akan
berperilaku sesuai dengan apa yang ia ketahui
(Friedman,
2005).
2.5 TOKSOPLASMOSIS
2.5.1 PENGERTIAN TOKSOPLASMOSIS
Toksoplasmosis adalah suatu infeksi protozoa yang
disebabkan oleh toxoplasma gondii. Infeksi ini ditularkan oleh organisme
berkista dengan memakan daging mentah atau kurang matang yang terinfeksi atau
kontak dengan kotoran kucing yang terinfeksi.
(Fadlun, 2012)
Salah satu infeksi yang berbahaya bagi wanita hamil
adalah infeksi dan berkembangnya parasit Toxoplasma gondii. Sesuai
dengan nama parasit penyebabnya, ini juga disebut sebagai toksoplasmosis.
(Enna, 2010: Page 1)
Infeksi toxoplasma
(disebut toxoplasmosis) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Manusia dapat terinfeksi melalui makanan yang mentah yang
mengandung kista protozoa, atau bisa juga melalui transfusi darah, atau melalui
tangan yang terkontaminasi.
(Momme, 2009: Page 1)
2.5.1 MANIFESTASI KLINIS
1. Infeksi pada ibu hamil
a. Sebagian besar asimtomatik
b. Limfadenopati disertai mlaise, nyeri
kepala, nyeri tenggorokan, nyeri otot, dan kelelahan disertai demam
2. Infeksi pada bayi
Dengan infeksi toxogenital biasanya baru
dipikirkan bila pada bayi baru lahir tampak hidrosefalus, retardasi mental,
choriorentitis, hepatitis, pneumonia miositis, dan limpadenopati.
(Fadlun, 2012)
2.5.3 TANDA DAN GEJALA KLINIK
Tidak menunjukan
tanda–tanda yang jelas kadang– kadang ditemukan pembesaran kelenjar getah
bening leher disertai dengan rasa nyeri, sakit tenggorokan, gangguan pada kulit
dan juga demam, diagnosa toxoplasmosis pada orang dewasa sangat sulit karena
penyakit ini biasanya tidak disertai gejala–gejala. Karena gejala–gejala
kilinis nya kurang spesifik, diagnosis pada umumnya didapatan melalui uji
serologi rutin pada kehamilan muda.
Resiko yang terjadi pada
bayi: resiko yang dapat terjadi dari infeksi toxoplasmosis ini pada bayi
adalah: kelainan pada syaraf otak dan infeksi pada mata yang berat, kelainan sistemik seperti pucat
kuning, demam, pembesaran harti dan limpa atau pendarahan encephalus atau tidak
memiliki tulang tengkorak hydrocephalus atau pembesaran kepala, pertumbuhan
janin terhambat.
Keterlambatan
perkembangan psikomotor dalam bentuk retardasi mental dan gangguan bicara.
Kelainan congenital, kematian resiko yang terjadi pada kehamilan dari infeksi
toxoplasmosis ini adalah abortus, kelahiran prematur, kematian janin, partus
prematurus, kematian neonatal, kelainan congenital pada bayi.
(Rukiyah, 2012)
2.5.4 PENYEBAB
Penyakit ini bisa
menular ke manusia akibat termakannya spora Toxoplasma gondii. Misalnya makan daging mentah yang mengandung telur (ookista)
toksoplasma atau sayuran yang terkontaminasi telur ini. Parasit ini sendiri
bisa berbiak di semua mamalia, seperti ternak atau hewan peliharaan (anjing,
kucing dan burung). Sayangnya infeksi toksoplasma ini di sebagian besar kasus
tidak menunjukkan gejala yang jelas. Oleh karenanya pemeriksaan laboratorium
semacam TORCH sangat dianjurkan sebelum memulai kehamilan, atau minimal di saat
awal kehamilan. Bila ditemukan hasil positif, harus dilakukan terapi sampai
sembuh terlebih dahulu sebelum melanjutkan kehamilan.
(Enna, 2010: Page 1)
2.5.5 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan oada ibu hamil dalam mengantisipasi
antara lain:
1.
Anti
toxoplasma IgM dan IgG avidity (bila perlu)
2.
Pemeriksaan
dilakukan pada saat ibu merencanakan kehamilan, awal kehamilan, selanjutnya
dipantau setiap trimester sampai akhir kehamilan jika hasil pemeriksaan
sebelumnya kehamilan jika pemeriksaan sebelumya negatif
Hasil dan Tindak Lanjut
1.
Igg
(-), IgM (-), belum pernah terinfeksi, oleh karena itu belum kebal terhadap
tokso. Harus dipantau setiap trimester sampai akhir kehamilan. Lakukantindakan
preventif dengan menjauhi sumber infeksi /penularan
2.
IgG
(-), IgM (+) infeksi sedang terjadi, masihdi tahap awal sehingga igG belum
terbentuk. Lakukan pemeriksaan ulang 2-3 minggu kemudian, apakah IgG menjadi
(+), jika hasilnya tetap (-) berarti IgM tidak sfesifikdan ibu tidak
terinfeksi.harus dipantau setiap trimester sampai akhir kehamilan. Lakukan
tindakan preventif dengan menjauhi sumber infeksi/penularan.
3.
IgG
(+), IgM (-) infeksi sudah pernah terjadi sebelumnya , dan sudah memiliki
kekebalan terhadap tokso yang nantinya melalui plasenta dapat diberikan pada
janin sehingga janin terlindung.
4.
IgG
(+),IgM (+) ada 2 kemungkinan, yaitu
infeksi primer (pertamakali dalam waktu yang tidak lama) atau infeksi lama
dengan sisa igM.dipastikandengan melakukan pemeriksaan IgG avidity dan dengan
melihat ada tidaknya titer IgG.
(Fadlun,
2012)
2.5.6 PENANGANAN
Indikasi infeksi pada
janin bisa diketahui dari pemeriksaan USG, yaitu terdapat cairan berlebihan
pada perut (asites), perkapuran pada otak atau pelebaran saluran cairan otak
(ventrikel). Sebaliknya bisa saja sampai lahir tidak menampakkan gejala apapun,
namun kemudian terjadi retinitis (radang retina mata), penambahan cairan otak
(hidrosefalus), atau perkapuran pada otak dan hati.
Pemeriksaan awal bisa
dilakukan dengan pengambilan jaringan (biopsi) dan pemeriksaan serum
(serologis). Umumnya cara kedua yang sering dilakukan. Pada pemeriksaan serologi
akan dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya reaksi imun dalam darah,
dengan cara mendeteksi adanya IgG (imunoglobulin G),
IgM, IgA, IgE. Pemeriksaan
IgM untuk ini mengetahui infeksi baru. Setelah IgM meningkat, maka seseorang
akan memberikan reaksi imun berupa peningkatan IgG yang kemudian menetap. IgA
merupakan reaksi yang lebih spesifik untuk mengetahui adanya serangan infeksi
baru, terlebih setelah kini diketahui lgM dapat menetap bertahun-tahun,
meskipun hanya sebagian kecil kasus.
Sebenarnya sebagian besar
orang telah terinfeksi parasit toksoplasma ini. Namun sebagian besar
diantaranya telah membentuk kekebalan tubuh sehingga tidak berkembang, dan
parasit terbungkus dalam kista yang terbentuk dari kerak perkapuran
(kalsifikasi). Sehingga wanita hamil yang telah memiliki lgM negatif dan lgG
positif berarti telah memiliki kekebalan dan tidak perlu khawatir terinfeksi.
Sebaliknya yang memiliki lgM dan lgG negatif harus melakukan pemeriksaan secara
kontinyu setiap 3 bulan untuk mengetahui secara dini bila terjadi infeksi.
Bagaimana bila lgM dan lgG
positif ? Untuk ini disarankan melakukan pemeriksaan ulang. Bila ada
peningkatan lgG yang signifikan, diduga timbul infeksi baru. Meski ini jarang
terjadi, tetapi adakalanya terjadi. Untuk lebih memastikan akan dilakukan juga
pemeriksaan lgA. Pemeriksaan bisa juga dilakukan dengan PCR, yaitu pemeriksaan
laboratorium dari sejumlah kecil protein parasit ini yang diambil dari cairan
ketuban atau darah janin yang kemudian digandakan.
Bila indikasi infeksi
sudah pasti, yaitu lgM dan lgA positif, harus segera dilakukan penanganan
sedini mungkin. Pengobatan bisa dilakukan dengan pemberian sulfa dan pirimethamin atau spiramycin dan clindamycin. Sulfa dan pirimethamin dapat menembus plasenta
dengan baik sehingga dianjurkan untuk pengobatan pertama. Terapi harus
dilakukan terus sampai persalinan. Bahkan setelah persalinan akan dilakukan
pemeriksaan pada bayi. Bila didapat lgM positif maka bisa dipakstikan bayi
telah terinfeksi. Meski hasilnya negatif sekalipun, tetap harus dilakukan
pemeriksaan berkala sesudahnya. Dengan pemeriksaan dan pengobatan secara dini
penularan pada bayi akan bisa ditekan seminimal mungkin. Selain itu pengobatan
dini yang tepat saat awal kehamilan akan menurunkan secara signifikan kemungkinan
janin terinfeksi.
(Enna, 2010: Page 1)
(Enna, 2010: Page 1)
2.5.7 KEHAMILAN DENGAN TOKSOPLASMOSIS
Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang
hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya
penderita AIDS, pasien transplantasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun).
Jika
wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah
abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita
Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah
dewasa, misalnya kelinan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis.
Diagnosis
Toxoplasmosis secara klinis sukar ditentukan karena gejala-gejalanya tidak
spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik). Oleh karena itu,
pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk mendapatkan diagnosis yang
tepat. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan
IgA, serta Aviditas Anti-Toxoplasma IgG.
Pemeriksaan
tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu
sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu diulang sebulan
sekali khususnya pada trimester pertma, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi
baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma.
Pencegahan
dapat dilakukan antara lain dengan cara: memasak daging sampai matang,
menggunakan sarung tangan baik saat memberi makan maupun membersihkan kotoran
kucing, dan menjaga agar tempat bermain anak tidak tercemar kotoran kucing
(Ita, 2011: Page 1)
Kemungkinan toxoplasmosis
ditularkan pada janin dan juga tingkat keparahan penyaktinya tergantung pada
waktu kapan terjadinya infeksi saat kehamilan. Pada trimester awal, kemungkinan
janin terinfeksi lebih kecil, tapi bisa menyebabkan komplikasi yang lebih
berat. Sebaliknya pada akhir kehamilan, janin lebih besar kemungkinan
terinfeksi, walaupun efek komplikasinya biasanya tidak parah. Infeksi yang
terjadi saat kehamilan bisa berakibat keguguran, kematian janin, pertumbuhan
janin yang terhambat, kerusakan otak janin (dan juga organ lainnya), dan
penelitian juga menyebutkan bahwa janin yang lahir hidup dapat menderita cacat
bawaan akibat toxoplasmosis tersebut.
Cara untuk mengetahui
apakah wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan- terinfeksi atau tidak,
adalah dengan melakukan tes laboratorium. Jika hasil antibodi negatif, berarti
Anda tidak memiliki kekebalan terhadap toxoplasma. Jika hasilnya positif, bisa
berarti Anda memiliki kekebalan atau baru saja terkena infeksi.
Jika wanita hamil terkena
toxoplasma, maka ia akan menerima pengobatan yang tujuannya untuk menurunkan
risiko infeksi pada janin. Spiramisin adalah salah satu obat pilihan
untuk mengobati toxoplasmosis. Untuk dosis dan detail penanganannya,
konsultasikan dengan dokter kandungan Anda. Dokter Anda mungkin juga akan
menganjurkan pemeriksaan terhadap janin Anda.
Jadi kesimpulannya, jika
sedang atau merencanakan kehamilan, jangan sembarangan makan daging mentah
(kita tidak pernah tahu sumbernya mengandung protozoa toxoplasma atau tidak),
selalu biasakan mencuci tangan, dan berkonsultasilah pada dokter Anda (juga
periksakan diri ke laboratorium) terutama jika Anda memiliki binatang
peliharaan di rumah.
(Momme, 2009: Page 1)
Sesuai dengan nama
parasit penyebabnya, ini juga disebut sebagai toksoplasmosis. Terutama pada ibu hamil, hasil positif atas pemeriksaan tokso ini
perlu diperhatikan, karena berpotensi menyebabkan keguguran atau bayi cacat.
Potensi penularan tokso terhadap janin selama masa kehamilan ini sangat tinggi,
yaitu bisa mencapai 50%. Infeksi yang terjadi pada janin dan ibu
(toksoplasmosis kongenital) ini berpotensi menyebabkan cacat bawaan terutama
bila terjadi pada usia kehamilan awal (sampai usia janin 3 bulan), dan akan
menurun potensinya pada usia kehamilan lanjut. Pemeriksaan toksoplasma ini seringkali
dilakukan bersama dengan rubella, cytomegalovirus dan herpes simpleks, sehingga
seringkali disebut sebagai pemeriksaan TORCH.
(Enna, 2010: Page
1)
Pengaruh terhadap kehamilan dapat menimbulkan
keguguran persalinan prematuritas, dan dapat terjadi cacat bawaan seperti
hidrosefalus, mikrosefalus, anensefalus,meningoensefalitis, dan kelainan pada
mata. Untuk menghindari kemungkinan infeksi toksoplasmosis sebaiknya
menghindari memelihara binatang peliharaan atau binatang dengan mendapat
pengawasan dokter hewan.
(Manuaba,
2009)
2.5.8 PENCEGAHAN
1. Pada ibu hamil
Hindari
mengonsumsi daging mentah, hindari kontak mata dan mulut saat mengolah daging
mentah, hindari kontak barang yang terpapr kotoran kucing yang terinfeksi. Abortus
bisa dipertimbangkan sebagai satu pilihan.
2.
Pada
janin
Identifikasi
wanita yang beresiko tinggi melalui skrining serologi. Terapi selama hamil
dapat menurunkan infeksi 60 %
(Fadlun, 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar