Total Tayangan Halaman

Minggu, 24 November 2013

PERDARAHAN DI LUAR HAID

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Haid adalah peristiwa luruhnya dinding rahim (endometrium) yang terjadi secara siklik dan normalnya setiap bulan terjadi. Haid dialami oleh wanita yang merupakan salah satu tanda seks primer normal. Haid terjadi secara fisiologis karena adanya siklus hormon yang terjadi di dalam tubuh.
Ada kalanya ditemukan adanya perdarahan per vaginam yang terjadi di luar haid. Terjadinya perdarahan di luar haid ini bisa disebabkan berbagai faktor penyebab, salah satunya karena adanya kelainan. Sebagaimana diketahui perdarahan di luar haid adalah perdarahan yang terjadi di antara 2 siklus haid. Ada 2 macam perdarahan dilur haid yakni metroragia, dan menometroragia.
Perdarahan di luar haid biasanya baru diketahui setelah pasien mengeluh mengenai perdarahan iini, namun untuk menegakkan diagnosis tersebut tentu diperlukan pemeriksaan tertentu. Namun, masyarakat terutama kaum wanita masih awam mengenai perdarahan di luar haid ini, baik itu penyebab, gejala maupun bagaimana cara mengatasinya.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas masalah ini. Diharapkan makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua, amin.










B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini adalah menambah pengetahuan tentang “Perdarahan di luar haid”.
2.      Tujuan Umum
1. Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah ASKEB IV (Patologi),
2. Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca.























BAB II
TINJAUAN TEORI

A.      Pengertian Perdarahan di Luar Haid
Perdarahan di luar haid adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. (Lizawati, 2012)

B.       Macam-Macam Perdarahan di Luar Haid
Ada dua macam perdarahan di luar haid yaitu metroragia dan menometroragia,
  1. Metrorargia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus haid. Perdarahan ovulatori terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma serviks), kelainan fungsional dan penggunaan estrogen eksogen.
  2. Menometrorargia adalah perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari dengan jumlah darah kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan pengobatan kasus ini sama dengan hipermenorea.
(Lizawati, 2012)

C.       Penyebab Perdarahan di Luar haid
Beberapa Penyebab dari perdarahan diluar haid yaitu :
1.    Polip serviks
Polip adalah tumor bertangkai yang kecil dan tumbuh dari permukaan mukosa. (Denise, 2005 ).
Servikal polip adalah polip yang terdapat dalam kanalis servikalis. (Denise, 2005)


2.    Erosi portio
Erosio porsiones (EP) adalah suatu proses peradangan atau suatu luka yang terjadi pada daerah porsio serviks uteri (mulut rahim). Penyebabnya bisa karena infeksi dengan kuman-kuman atau virus, bisa juga karena rangsangan zat kimia/ alat tertentu umumnya disebabkan oleh infeksi. 
  1. Ulkus portio
Ulkus portio adalah suatu pendarahan dan luka pada portio berwarna merah dengan batas tidak jelas pada ostium uteri eksternum .
4.    Trauma
Trauma adalah dari aspek medikolegal sering berbeda dengan pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Sedangkan dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artinya orang yang sehat, tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan kecederaan.

Adapun penyebab perdarahan di luar haid antara lain:
a.    Polip endometrium
Polip endometrium juga disebut polip rahim. Ini adalah pertumbuhan kecil yang tumbuh sangat lambat dalam dinding rahim, memiliki basis datar besar dan melekat pada rahim melalui gagang bunga memanjang. Bentuknya dapat bulat atau oval dan biasanya berwarna merah. Seorang wanita dapat memiliki polip endometrium satu atau banyak, dan kadang-kadang menonjol melalui vagina menyebabkan kram dan ketidaknyamanan.


Polip endometrium dapat menyebabkan kram karena melanggar pembukaan leher rahim. Polip ini dapat terjangkit jika  bengkok dan kehilangan semua pasokan darah. Ada kejadian langka saat ini polip menjadi kanker. Wanita yang telah mengalaminya terkadang sulit untuk hamil.

Adapun penyebab dari perdarahan haid dibagi menjadi dua yakni,
1.       Sebab - sebab organik
Perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium disebabkan olah kelainan pada:
  1. Serviks uteri: seperti polip servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada portio uteri, karsinoma servisis uteri.
  2. Korpus uteri: polip endometrium, abortus imminens, abortus insipiens, abortus incompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korpus uteri, sarkoma uteri, mioma uteri.
  3. Tuba fallopii: kehamilan ektopik terganggu, radang tuba, tumor tuba.
  4. Ovarium: radang ovarium, tumor ovarium.

2.        Sebab fungsional
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi kelainan inui lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium.
Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit  untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarana diperlukan perawatan di rumah sakit. 
(Lizawati, 2012)

                                               

Penyebab dan pengobatan kasus ini sama dengan hipermenorea.
Beberapa penyebab dari perdarahan di luar haid yaitu:
1.        Polip serviks
2.        Erosi portio
3.        Ulkus portio
4.        Trauma
5.        Polip endometrium

Penyebab fungsional adalah perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan diluar haid dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan diluar haid berumur diatas 40 tahun, dan 3 % dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit.
1.        Polip Serviks
Polip adalah tumor bertangkai yang kecil dan tumbuh dari permukaan mukosa (Denise, 2005). Servikal polip adalah polip yang terdapat dalam kanalis servikalis. Penyebab dari jenis kanker yang tidak sepenuhnya dipahami oleh para ahli. Mungkin asil dari infeksi atau dari istilah atau peradangan kronis panjang, respon abnormal untuk peningkatan tingkat estrogen, dan dalam kemacetan pembuluh darah di saluran leher rahim.
Gejala umum bentuk abnormal tersebut, yaitu :
a.    Tanpa gejala. Polip serviks biasa dialami seseorang tanpa ia tau kalau sebenarnya ia memiliki polip serviks,
b.    Leukorea yang sulit disembuhkan (sudah digunakan berbagai macam obat, dan personal hygine telah dijaga tetapi leokorea belum juga sembuh )
c.    Terasa discomfort dalam vagina (yaitu perasaan tidak nyaman dalam vagina, baik setelah buang air maupun dalam kondisi biasa).
d.   Kontak berdarah (misalnya , vagina selalu mengeluarkan darah setelah melakukan hubungan seks. Perlu dijurigai adanya polip serviks.)
e.    Terdapat infeksi

Faktor risiko memiliki polip serviks meningkat pada wanita dengan diabetes mellitus dan vaginitis berulang dan servisitis. Polip serviks tidak pernah benar-benar terjadi sebelum onset menstruasi. Hal ini biasanya terlihat pada wanita usia reproduksi. Yang paling rentan terhadap penyakit ini adalah perempuan usia 40 sampai 50 tahun. Hal ini juga mengatakan bahwa polip serviks dapat ditemukan pada insiden yang memicu produksi hormon. Wanita hamil memiliki risiko yang lebih tinggi karena perubahan tingkat hormon, mungkin dari peningkatan produksi hormon beredar juga. Ada beberapa langkah yang dapat membantu mencegah infeksi dan ini: Pakai celana katun atau stoking dengan selangkangan kapas. Ini membantu mencegah akumulasi kelebihan panas dan kelembaban. Panas dan kelembaban membuat seorang wanita rentan terhadap infeksi vagina dan leher rahim.
  Dasar diagnosis dari polip serviks adalah sebagai berikut,
a.    Berdasarkan keluhan yang dikemukakan.
b.    Diagnosis karena kebetulan memeriksakan.
c.    Pada pemeriksaan inspekulum dijumpai:
1)                  Jaringan bertambah
2)                  Mudah berdarah
3)                  Terdapat pada vagina bagian atas.
Polip hanya dipelintir sampai putus, kemudian tangkainya di kuret. Tindakan dilakukan dalam pembiusan umum (general anasthesia). Selanjutnya jaringan polip dikirim ke laboratorium patologi guna memastikan bahwa histologis-nya jinak/ sesuai dengan gambaran jaringan polip serviks. Kemungkinan ganasnya kecil.



2. Erosi Porsio
Erosio porsiones (EP) adalah suatu proses peradangan atau suatu luka yang terjadi pada daerah porsio serviks uteri (mulut rahim). Penyebabnya bisa karena infeksi dengan kuman-kuman atau virus, bisa juga karena rangsangan zat kimia/ alat tertentu; umumnya disebabkan oleh infeksi.
Erosi porsio atau disebut juga dengan erosi serviks adalah hilangnya sebagian/ seluruh permukaan epitel squamous dari serviks. Jaringan yang normal pada permukaan dan atau mulut serviks digantikan oleh jaringan yang mengalami inflamasi dari kanalis serviks. Jaringan endoserviks ini berwarna merah dan granuler, sehingga serviks akan tampak merah, erosi dan terinfeksi. Erosi serviks dapat menjadi tanda awal dari kanker serviks.
Erosi serviks dapat dibagi menjadi 3:
a.         Erosi ringan : meliputi ≤ 1/3 total area serviks
b.         Erosi sedang : meliputi 1/3-2/3 total area serviks
c.         Erosi berat : meliputi ≥ 2/3 total area serviks.
Adapun penyebab erosi serviks :
  1. Level estrogen: erosi serviks merupakan respons terhadap sirkulasi estrogen dalam tubuh.
1)        Dalam kehamilan: erosi serviks sangat umum ditemukan dalam kehamilan karena level estrogen yang tinggi. Erosi serviks dapat menyebabkan perdarahan minimal selama kehamilan, biasanya saat berhubungan seksual ketika penis menyentuh serviks. Erosi akan menghilang spontan 3-6 bulan setelah melahirkan.
2)        Pada wanita yang mengkonsumsi pil KB: erosi serviks lebih umum terjadi pada wanita yang mengkonsumsi pil KB dengan level estrogen yang tinggi.


3)   Pada bayi baru lahir: erosi serviks ditemukan pada 1/3 dari bayi wanita dan akan menghilang pada masa anak-anak oleh karena respon maternal saat bayi berada di dalam rahim
4)   Wanita yang menjalani Hormon Replacement Therapy (HRT): karena penggunaan estrogen pengganti dalam tubuh berupa pil, krim, dll.

  1. Infeksi: teori bahwa infeksi menjadi penyebab erosi serviks mulai menghilang. Bukti-bukti menunjukkan bahwa infeksi tidak menyebabkan erosi, tapi kondisi erosi akan lebih mudah terserang bakteri dan jamur sehingga mudah terserang infeksi.
  2. Penyebab lain : infeksi kronis di vagina, douche dan kontrasepsi kimia dapat mengubah level keasaman vagina dan sebabkan erosi serviks. Erosi serviks juga dapat disebabkan karena trauma (hubungan seksual, penggunaan tampon, benda asing di vagina, atau terkena speculum)

Proses terjadinya erosi portio dapat disebabkan adanya rangsangan dari luar misalnya IUD. IUD yang mengandung polyethilien yang sudah berkarat membentuk ion Ca, kemudian bereaksi dengan ion sel sehat PO4 sehingga terjadi denaturasi / koalugasi membaran sel dan terjadilah erosi portio.
Bisa juga dari gesekan benang IUD yang menyebabkan iritasi lokal sehingga menyebabkan sel superfisialis terkelupas dan terjadilah erosi portio. Dari posisi IUD yang tidak tepat menyebabkan reaksi radang non spesifik sehingga menimbulkan sekresi sekret vagina yang meningkat dan menyebabkan kerentanan sel superfisialis dan terjadilah erosi portio.Dari semua kejadian erosi portio itu menyebabkan tumbuhnya bakteri patogen, bila sampai kronis menyebabkan metastase keganasan leher rahim.
Selain dan personal hygiene yang kurang IUD juga dapat menyebabkan bertambahnya volume dan lama haid darah merupakan media subur untuk masuknya kuman dan menyebabkan infeksi, dengan adanya infeksi dapat masuknya kuman dan menyebabkan infeksi. Dengan adanya infeksi dapat menyebabkan Epitel Portio menipis sehingga mudah menggalami Erosi Portio, yang ditandai dengan sekret bercampur darah, metrorrhagia, ostium uteri eksternum tampak kemerahan, sekred juga bercampur dengan nanah, ditemukan ovulasi nabathi. (Winkjosastro, 2005).  
 
 Gejala erosi serviks:
1)   Mayoritas tanpa gejala
2)   Perdarahan vagina abnormal (yang tidak berhubungan dengan siklus menstruasi) yang terjadi
a)    Setelah berhubungan seksual (poscoital)
b)   Diantara siklus menstruasi
c)    Disertai keluarnya cairan mucus yang jernih / kekuningan, dapat berbau jika disertai infeksi vagina
3)   Erosi serviks disebabkan oleh inflamasi, sehingga sekresi serviks meningkat secara signifikan, berbentuk mucus, mengandung banyak sel darah putih, sehingga ketika sperma melewati serviks akan mengurangi vitalitas sperma dan menyulitkan perjalanan sperma. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya infertilitas pada wanita.
Penanganan erosi porsio/ erosi serviks,
1)        Memberikan albotyl di sekitar Erosio pada portio.
2)        Melakukan penatalaksanaan pemberian obat.
a)    Lyncopar 3 x 1 untuk infeksi berat yang disebabkan oleh bakteri /streptokokus pneomokokus stafilokokus dan infeksi kulit dan jaringan lunak.
b)   Mefinal 3 x 1 berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit

3.                  Ulkus Porsio
Ulkus portio adalah suatu pendarahan dan luka pada portio berwarna merah dengan batas tidak jelas pada ostium uteri eksternum. Etiologinya antara lain karena, penggunaan IUD, pemakaian pil, perilaku seksual yang tidak sehat, trauma.
Proses terjadinya ulkus portio dapat disebabkan adanya rangsangan dari luar misalnya IUD. IUD yang mengandung polyethilien yang sudah berkarat membentuk ion Ca, kemudian bereaksi dengan ion sel sehat PO4 sehingga terjadi denaturasi/ koalugasi membaran sel dan terjadilah erosi portio. Bisa juga dari gesekan benang IUD yang menyebabkan iritasi lokal sehingga menyebabkan sel superfisialis terkelupas dan terjadilah ulkus portio dan akhir nya menjadi ulkus.

Dari posisi IUD yang tidak tepat menyebabkan reaksi radang non spesifik sehingga menimbulkan Gejala :
a.         Adanya fluxus
b.        Portio terlihat kemerahan dengan batas tidak jelas
c.         Adanya kontak berdarah
d.        Portio teraba tidak rata
Sekresi sekret vagina yang meningkat dan menyebabkan kerentanan sel superfisialis dan terjadilah erosi portio.Dari semua kejadian ulkus portio itu menyebabkan tumbuhnya bakteri patogen, bila sampai kronis menyebabkan metastase keganasan leher rahim.
Penanggulangannya antara lain:
a.         Membatasi hubungan suami istri
Adanya ulkus porsio membuat porsio mudah sekali berdarah setiap kali mengalami gesekan sekecil apapun, sehingga sebaiknya koitus dihindari sampai ulkus sembuh.
b.        Menjaga kebersihan vagina
Bila kebesihan vagina tidak dijaga, maka akan dapat memperburuk kondisi porsio, sebab akan semakin rentan terkena infeksi lainnya.
c.         Lama pemakaian IUD harus diperhatikan.

4.                  Trauma
Trauma adalah dari aspek medikolegal sering berbeda dengan pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Sedangkan dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artinya orang yang sehat, tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan kecederaan.
Trauma yang menyebabkan perdarahan di luar haid contohnya yang sering terjadi pada akseptor IUD dan usai berhubungan intim (utamanya pada wanita yang telah menopause). Tempat perlukaan yang paling sering akibat koitus adalah dinding lateral Vagina, vorniks posterior dan kubah Vagina (setelah histerektomi).
Gejalanya antara lain; nyeri vulva dan vagina, perdarahan dan pembengkakkan merupakan gejala-gejala yang paling khas. Kemungkinan gejala lainnya adalah kesulitan dalam urinasi dan ambulasi
Penanganannya sesuai dengan penyebabnya, misalnya trauma yang disebabkan translokasi IUD, maka IUD nya harus dicabut, dan diganti dengan alat kontrasepsi lain.Sedangkan buat para wanita yang menopause yang mengalami perdarahan setelah koitus, bisa diberi terapi hormon.

5. Polip Endometrium
Polip endometrium juga disebut polip rahim. Ini adalah pertumbuhan kecil yang tumbuh sangat lambat dalam dinding rahim, memiliki basis datar besar dan mereka melekat pada rahim melalui gagang bunga memanjang. Bentuknya dapat bulat atau oval dan biasanya berwarna merah. Seorang wanita dapat memiliki polip endometrium satu atau banyak, dan kadang-kadang menonjol melalui vagina menyebabkan kram dan ketidaknyamanan. Polip endometrium dapat menyebabkan kram karena mereka melanggar pembukaan leher rahim. Polip ini dapat terjangkit jika bengkok dan kehilangan semua pasokan darahnya. Ada kejadian langka saat ini polip menjadi kanker. Wanita yang telah mengalaminya terkadang sulit untuk hamil.




Tidak ada penyebab pasti dari polip endometrium, tetapi pertumbuhan mereka dapat dipengaruhi oleh kadar hormon, terutama estrogen. Seringkali tidak ada gejala, tetapi beberapa gejala dapat diidentifikasi terkait dengan pembentukannya.
a.         Sebuah kesenjangan antara perdarahan haid
b.        Tidak teratur atau perdarahan menstruasi yang berkepanjangan
c.         Perdarahan haid yang terlalu berat
d.        Rasa sakit atau dismenore (nyeri dengan menstruasi)
Polip endometrium dapat dideteksi melalui pelebaran dan kuretase, CT scan, ultrasound atau histeroskopi. Histeroskopi adalah prosedur dimana lingkup kecil dimasukkan melalui leher rahim ke dalam rongga rahim untuk mencari polip atau kelainan rahim lainnya. Polip endometrium dapat dihapus dan diobati melalui operasi dengan menggunakan kuretase atau histerektomi. Jika kuretase dilakukan, polip dapat terjawab tapi untuk mengurangi risiko ini, rahim biasanya dieksplorasi oleh histeroskopi pada awal proses bedah. Sebuah polip besar dapat dipotong menjadi bagian-bagian sebelum sepenuhnya disingkirkan. Jika ditemukan polip menjadi kanker, histerektomi harus dilakukan. Ada probabilitas tinggi kekambuhan polip bahkan dengan perawatan di atas. Polip endometrium biasanya sel jinak, dapat menjadi prakanker atau kanker. Sekitar 0,5 persen dari polip endometrium mengandung sel-sel adenokarsinoma. Sel-sel ini akhirnya akan berkembang menjadi kanker. Polip dapat meningkatkan risiko keguguran pada wanita yang menjalani fertilisasi in vitro dalam perawatan. Jika berkembang dekat saluran telur, dapat menjadi penyebab kesulitan dalam menjadi hamil.
Polip rahim biasanya terjadi pada wanita di usia 40-an dan 50-an. Wanita yang memiliki faktor risiko tinggi adalah mereka yang mengalami obesitas, memiliki tekanan darah tinggi. dan memiliki sejarah polip serviks dalam keluarga.
Terapi penggantian hormon dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya polip endometrium. Wanita yang menggunakan hormonal Intra Uterine Device yang tingkat tinggi levonorgestrel dapat mengurangi kejadian polip. Satu dari setiap sepuluh perempuan dapat memiliki polip endometrium, dan diperkirakan bahwa sekitar 25 persen dari mereka yang mengalami pendarahan vagina abnormal memiliki polip endometrium. (Pratiwi, 2012)

D.      Patologi Perdarahan di Luar Haid
Menurut schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovario pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia hemorrágica terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan corpus luteum.
Akibatnya terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus menerus. Penelitian menunjukan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium yaitu endometrium atropik, hiperplastik, ploriferatif, dan sekretoris, dengan endometrium jenis non sekresi merupakan bagian terbesar. Endometrium jenis nonsekresi  dan jenis sekresi penting artinya karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan anovulatori dari perdarahan ovuloatoir.
Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoir gangguan dianggap berasal dari factor-faktor neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik, yang mekanismenya  Belem seberapa dimengerti, sedang perdarahan anovulatoir biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin. 
(Lizawati, 2012)








E.       Gambaran Klinik
1.      Perdarahan ovulatori
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10 % dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenore) atau panjang (oligomenore). Untuk menegakan diagnosis perdarahan ovulatori perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarhan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk survei suhu badan basal dapat menolong.

Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya:
a)      Korpus Luteum Persistens                                              
Dalam hal ini dijumpai perdarahan Madang-kadang bersamaan dengan ovarium yang membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kelainan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persistens dapat menimbulkan pelepasan endometrium yagn tidak teratur (irregular shedding). Diagnosis ini di buat dengan melakukan kerokan yang tepat pada waktunya, yaitu menurut Mc. Lennon pada hari ke 4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi disamping nonsekresi. 
b)      Insufisiensi Korpus Luteum
Hal ini dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenore. Dasarnya ahíla kurangntya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH realizing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan. 
c)      Apopleksia Uteri
Pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus. 
d)     Kelainan Darah
Seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam mekasnisme pembekuan darah.

2.        Perdarahan anovulatoir
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan menurunya Kadar estrogen dibawah tingkat tertentu timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklik, Kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkutpautnya dengan jumlah folikel yang pada statu waktu fungsional aktif. Folikel – folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel – folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus dan dari endometrium yang mula-mula ploriferasi dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik.
Jika gambaran ini diperoleh pada kerokan maka dapat disimpulkan adanya perdarahan anovulatoir. Perdarahan fungsional dapat terjadi pada setiap waktu akan tetapi paling sering pada masa permulaan yaitu pubertas dan masa pramenopause. Pada masa pubertas perdarahan tidak normal disebabkan oleh karena gangguan atau keterlambatan proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan realizing faktor tidak sempurna. Pada masa pramenopause proses terhentinya  fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar. Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus  haid menjadi ovulatoir, pada seorang dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor ovarium dan sebagainya. Akan tetapi disamping itu terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut. Selain itu faktor psikologik juga berpengaruh antara lain stress kecelakaan, kematian, pemberian obat penenang terlalu lama dan lain-lain dapat menyebabkan perdarahan anovulatoir.
(Lizawati, 2012)
F. Diagnosis
a)        Perlu ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenore/ amenore, sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainnya.
b)        Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke arah kemungkinaan penyakit metabolik, endokrin, penyakit menahun. Kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan dengan teliti ke arah penyakit yang bersangkutan.
c)        Pada pemeriksaan gynecologic perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu).
d)       Pada pubertas tidak perlu dilakukan kerokan untuk menegakan diagnosis. Pada wanita umur 20-40 tahun kemungkinan besar adalah kehamilan terganggu, polip, mioma submukosum,
e)        Dilakukan kerokan apabila sudah dipastikan tidak mengganggu kehamilan yang masih bisa diharapkan. Pada wanita pramenopause dorongan untuk melakukan kerokan adalah untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas. 
(Lizawati, 2012)







G. Penanganan
  1. Istirahat baring dan transfusi darah
  2. Bila pemeriksaan gynecologik menunjukan perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon steroid. Dapat diberikan :
a)    Estrogen dalam dosis tinggi
Supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan berhenti. Dapat diberikan secara IM dipropionas estradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg. Tetapi apabila suntikan dihentikan perdarahan dapat terjadi lagi.
b)   Progesteron
Pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium, dapat diberikan kaproas hidroksi progesteron 125 mg, secara IM, atau dapat diberikan per os sehari nirethindrone 15 mg atau asetas medroksi progesteron (provera) 10 mg, yang dapat  diulangi berguna dalam masa pubertas.
(Lizawati, 2012)

Tidak ada komentar: