BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Haid
adalah peristiwa luruhnya dinding rahim (endometrium) yang terjadi secara
siklik dan normalnya setiap bulan terjadi. Haid dialami oleh wanita yang
merupakan salah satu tanda seks primer normal. Haid terjadi secara fisiologis
karena adanya siklus hormon yang terjadi di dalam tubuh.
Ada kalanya ditemukan adanya perdarahan per vaginam yang terjadi di luar haid.
Terjadinya perdarahan di luar haid ini bisa disebabkan berbagai faktor
penyebab, salah satunya karena adanya kelainan. Sebagaimana diketahui
perdarahan di luar haid adalah perdarahan yang terjadi di antara 2 siklus haid.
Ada 2 macam perdarahan dilur haid yakni metroragia, dan menometroragia.
Perdarahan
di luar haid biasanya baru diketahui setelah pasien mengeluh mengenai
perdarahan iini, namun untuk menegakkan diagnosis tersebut tentu diperlukan
pemeriksaan tertentu. Namun, masyarakat terutama kaum wanita masih awam
mengenai perdarahan di luar haid ini, baik itu penyebab, gejala maupun
bagaimana cara mengatasinya.
Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk membahas masalah ini. Diharapkan makalah ini
memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi
kita semua, amin.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Tujuan Khusus
Adapun
tujuan khusus dari makalah ini adalah menambah pengetahuan tentang “Perdarahan
di luar haid”.
2.
Tujuan Umum
1. Sebagai
pemenuhan tugas mata kuliah
ASKEB IV (Patologi),
2.
Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Perdarahan di Luar Haid
Perdarahan
di luar haid adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. (Lizawati,
2012)
B.
Macam-Macam Perdarahan di Luar Haid
Ada dua macam perdarahan di luar haid yaitu metroragia
dan menometroragia,
- Metrorargia adalah perdarahan
dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus haid. Perdarahan
ovulatori terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting dan dapat
lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah
kelainan organik (polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma
serviks), kelainan fungsional dan penggunaan estrogen eksogen.
- Menometrorargia adalah perdarahan
siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari dengan jumlah darah
kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan pengobatan kasus ini sama dengan
hipermenorea.
(Lizawati, 2012)
C.
Penyebab Perdarahan di Luar haid
Beberapa Penyebab dari perdarahan diluar haid yaitu :
1.
Polip serviks
Polip adalah tumor bertangkai yang kecil dan tumbuh
dari permukaan mukosa. (Denise, 2005 ).
Servikal polip adalah polip yang terdapat dalam kanalis
servikalis. (Denise, 2005)
2.
Erosi portio
Erosio porsiones (EP) adalah suatu proses peradangan
atau suatu luka yang terjadi pada daerah porsio serviks uteri (mulut rahim).
Penyebabnya bisa karena infeksi dengan kuman-kuman atau virus, bisa juga karena
rangsangan zat kimia/ alat tertentu umumnya disebabkan oleh infeksi.
- Ulkus portio
Ulkus portio adalah suatu pendarahan dan luka pada
portio berwarna merah dengan batas tidak jelas pada ostium uteri eksternum .
4.
Trauma
Trauma adalah dari aspek medikolegal sering berbeda
dengan pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan
adalah hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Sedangkan dalam pengertian
medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artinya orang yang sehat, tiba-tiba
terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan
kecederaan.
Adapun penyebab perdarahan di luar haid antara lain:
a.
Polip endometrium
Polip endometrium juga disebut polip rahim. Ini adalah
pertumbuhan kecil yang tumbuh sangat lambat dalam dinding rahim, memiliki basis
datar besar dan melekat pada rahim melalui gagang bunga memanjang. Bentuknya
dapat bulat atau oval dan biasanya berwarna merah. Seorang wanita dapat
memiliki polip endometrium satu atau banyak, dan kadang-kadang menonjol melalui
vagina menyebabkan kram dan ketidaknyamanan.
Polip endometrium dapat menyebabkan kram karena
melanggar pembukaan leher rahim. Polip ini dapat terjangkit jika bengkok dan kehilangan semua pasokan darah.
Ada kejadian langka saat ini polip menjadi kanker. Wanita yang telah
mengalaminya terkadang sulit untuk hamil.
Adapun penyebab dari perdarahan haid dibagi menjadi
dua yakni,
1. Sebab
- sebab organik
Perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium disebabkan
olah kelainan pada:
- Serviks uteri: seperti
polip servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada portio uteri,
karsinoma servisis uteri.
- Korpus uteri: polip endometrium, abortus imminens, abortus
insipiens, abortus incompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma,
subinvolusio uteri, karsinoma korpus uteri, sarkoma uteri, mioma uteri.
- Tuba fallopii: kehamilan ektopik terganggu, radang tuba, tumor
tuba.
- Ovarium: radang ovarium, tumor ovarium.
2.
Sebab
fungsional
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya
dengan sebab organik, dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap
umur antara menarche dan menopause. Tetapi kelainan inui lebih sering dijumpai
sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium.
Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat di
rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3%
dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek dijumpai pula perdarahan
disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya
dapat sembuh sendiri, jarana diperlukan perawatan di rumah sakit.
(Lizawati, 2012)
Penyebab dan pengobatan kasus ini sama
dengan hipermenorea.
Beberapa penyebab dari perdarahan di luar haid yaitu:
1.
Polip serviks
2.
Erosi portio
3.
Ulkus portio
4.
Trauma
5.
Polip endometrium
Penyebab fungsional adalah perdarahan dari uterus yang tidak
ada hubungannya dengan sebab organik, dinamakan perdarahan disfungsional.
Perdarahan diluar haid dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan
menopause. Tetapi kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan
masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat
di rumah sakit untuk perdarahan diluar haid berumur diatas 40 tahun, dan 3 %
dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek dijumpai pula perdarahan
disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya
dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit.
1.
Polip Serviks
Polip adalah tumor
bertangkai yang kecil dan tumbuh dari permukaan mukosa (Denise, 2005). Servikal
polip adalah polip yang terdapat dalam kanalis servikalis. Penyebab dari jenis
kanker yang tidak sepenuhnya dipahami oleh para ahli. Mungkin asil dari infeksi
atau dari istilah atau peradangan kronis panjang, respon abnormal untuk
peningkatan tingkat estrogen, dan dalam kemacetan pembuluh darah di saluran
leher rahim.
Gejala umum bentuk abnormal tersebut,
yaitu :
a.
Tanpa gejala. Polip serviks biasa dialami
seseorang tanpa ia tau kalau sebenarnya ia memiliki polip serviks,
b.
Leukorea yang sulit disembuhkan (sudah digunakan
berbagai macam obat, dan personal hygine telah dijaga tetapi leokorea belum
juga sembuh )
c.
Terasa discomfort dalam vagina (yaitu perasaan
tidak nyaman dalam vagina, baik setelah buang air maupun dalam kondisi biasa).
d.
Kontak berdarah (misalnya , vagina selalu
mengeluarkan darah setelah melakukan hubungan seks. Perlu dijurigai adanya
polip serviks.)
e.
Terdapat infeksi
Faktor risiko memiliki
polip serviks meningkat pada wanita dengan diabetes mellitus dan vaginitis
berulang dan servisitis. Polip serviks tidak pernah benar-benar terjadi sebelum
onset menstruasi. Hal ini biasanya terlihat pada wanita usia reproduksi. Yang
paling rentan terhadap penyakit ini adalah perempuan usia 40 sampai 50 tahun.
Hal ini juga mengatakan bahwa polip serviks dapat ditemukan pada insiden yang
memicu produksi hormon. Wanita hamil memiliki risiko yang lebih tinggi karena
perubahan tingkat hormon, mungkin dari peningkatan produksi hormon beredar
juga. Ada beberapa langkah yang dapat membantu mencegah infeksi dan ini: Pakai
celana katun atau stoking dengan selangkangan kapas. Ini membantu mencegah
akumulasi kelebihan panas dan kelembaban. Panas dan kelembaban membuat seorang
wanita rentan terhadap infeksi vagina dan leher rahim.
Dasar diagnosis dari
polip serviks adalah sebagai berikut,
a.
Berdasarkan keluhan yang dikemukakan.
b.
Diagnosis karena kebetulan memeriksakan.
c.
Pada pemeriksaan inspekulum dijumpai:
1)
Jaringan bertambah
2)
Mudah berdarah
3)
Terdapat pada vagina bagian atas.
Polip hanya dipelintir sampai putus,
kemudian tangkainya di kuret. Tindakan dilakukan dalam pembiusan umum (general
anasthesia). Selanjutnya jaringan polip dikirim ke laboratorium patologi guna
memastikan bahwa histologis-nya jinak/ sesuai dengan gambaran jaringan polip
serviks. Kemungkinan ganasnya kecil.
2. Erosi Porsio
Erosio porsiones (EP)
adalah suatu proses peradangan atau suatu luka yang terjadi pada daerah porsio
serviks uteri (mulut rahim). Penyebabnya bisa karena infeksi dengan kuman-kuman
atau virus, bisa juga karena rangsangan zat kimia/ alat tertentu; umumnya
disebabkan oleh infeksi.
Erosi porsio atau disebut
juga dengan erosi serviks adalah hilangnya sebagian/ seluruh permukaan epitel
squamous dari serviks. Jaringan yang normal pada permukaan dan atau mulut
serviks digantikan oleh jaringan yang mengalami inflamasi dari kanalis serviks.
Jaringan endoserviks ini berwarna merah dan granuler, sehingga serviks akan
tampak merah, erosi dan terinfeksi. Erosi serviks dapat menjadi tanda awal dari
kanker serviks.
Erosi serviks dapat dibagi menjadi 3:
a.
Erosi ringan : meliputi ≤ 1/3 total area serviks
b.
Erosi sedang : meliputi 1/3-2/3 total area
serviks
c.
Erosi berat : meliputi ≥ 2/3 total area serviks.
Adapun penyebab erosi serviks :
- Level estrogen: erosi serviks
merupakan respons terhadap sirkulasi estrogen dalam tubuh.
1)
Dalam kehamilan: erosi serviks sangat umum
ditemukan dalam kehamilan karena level estrogen yang tinggi. Erosi serviks
dapat menyebabkan perdarahan minimal selama kehamilan, biasanya saat
berhubungan seksual ketika penis menyentuh serviks. Erosi akan menghilang
spontan 3-6 bulan setelah melahirkan.
2)
Pada wanita yang mengkonsumsi pil KB: erosi
serviks lebih umum terjadi pada wanita yang mengkonsumsi pil KB dengan level
estrogen yang tinggi.
3) Pada
bayi baru lahir: erosi serviks ditemukan pada 1/3 dari bayi wanita dan akan
menghilang pada masa anak-anak oleh karena respon maternal saat bayi berada di
dalam rahim
4) Wanita
yang menjalani Hormon Replacement Therapy (HRT): karena penggunaan estrogen
pengganti dalam tubuh berupa pil, krim, dll.
- Infeksi: teori bahwa infeksi
menjadi penyebab erosi serviks mulai menghilang. Bukti-bukti menunjukkan
bahwa infeksi tidak menyebabkan erosi, tapi kondisi erosi akan lebih mudah
terserang bakteri dan jamur sehingga mudah terserang infeksi.
- Penyebab lain : infeksi kronis
di vagina, douche dan kontrasepsi kimia dapat mengubah level keasaman
vagina dan sebabkan erosi serviks. Erosi serviks juga dapat disebabkan
karena trauma (hubungan seksual, penggunaan tampon, benda asing di vagina,
atau terkena speculum)
Proses terjadinya erosi portio
dapat disebabkan adanya rangsangan dari luar misalnya IUD. IUD yang mengandung
polyethilien yang sudah berkarat membentuk ion Ca, kemudian bereaksi dengan ion
sel sehat PO4 sehingga terjadi denaturasi / koalugasi membaran sel dan
terjadilah erosi portio.
Bisa juga dari gesekan
benang IUD yang menyebabkan iritasi lokal sehingga menyebabkan sel
superfisialis terkelupas dan terjadilah erosi portio. Dari posisi IUD yang
tidak tepat menyebabkan reaksi radang non spesifik sehingga menimbulkan sekresi
sekret vagina yang meningkat dan menyebabkan kerentanan sel superfisialis dan
terjadilah erosi portio.Dari semua kejadian erosi portio itu menyebabkan
tumbuhnya bakteri patogen, bila sampai kronis menyebabkan metastase keganasan
leher rahim.
Selain dan personal hygiene
yang kurang IUD juga dapat menyebabkan bertambahnya volume dan lama haid darah
merupakan media subur untuk masuknya kuman dan menyebabkan infeksi, dengan
adanya infeksi dapat masuknya kuman dan menyebabkan infeksi. Dengan adanya
infeksi dapat menyebabkan Epitel Portio menipis sehingga mudah menggalami Erosi
Portio, yang ditandai dengan sekret bercampur darah, metrorrhagia, ostium uteri
eksternum tampak kemerahan, sekred juga bercampur dengan nanah, ditemukan
ovulasi nabathi. (Winkjosastro, 2005).
Gejala erosi serviks:
1)
Mayoritas tanpa gejala
2)
Perdarahan vagina abnormal (yang tidak
berhubungan dengan siklus menstruasi) yang terjadi
a)
Setelah berhubungan seksual (poscoital)
b)
Diantara siklus menstruasi
c)
Disertai keluarnya cairan mucus yang jernih /
kekuningan, dapat berbau jika disertai infeksi vagina
3)
Erosi serviks disebabkan oleh inflamasi,
sehingga sekresi serviks meningkat secara signifikan, berbentuk mucus,
mengandung banyak sel darah putih, sehingga ketika sperma melewati serviks akan
mengurangi vitalitas sperma dan menyulitkan perjalanan sperma. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya infertilitas pada wanita.
Penanganan erosi porsio/ erosi serviks,
1)
Memberikan albotyl di sekitar Erosio pada
portio.
2)
Melakukan penatalaksanaan pemberian obat.
a) Lyncopar
3 x 1 untuk infeksi berat yang disebabkan oleh bakteri /streptokokus
pneomokokus stafilokokus dan infeksi kulit dan jaringan lunak.
b) Mefinal
3 x 1 berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit
3.
Ulkus Porsio
Ulkus portio adalah suatu pendarahan dan
luka pada portio berwarna merah dengan batas tidak jelas pada ostium uteri
eksternum. Etiologinya antara lain karena, penggunaan IUD, pemakaian pil,
perilaku seksual yang tidak sehat, trauma.
Proses terjadinya ulkus portio dapat disebabkan adanya
rangsangan dari luar misalnya IUD. IUD yang mengandung polyethilien yang sudah
berkarat membentuk ion Ca, kemudian bereaksi dengan ion sel sehat PO4 sehingga
terjadi denaturasi/ koalugasi membaran sel dan terjadilah erosi portio. Bisa
juga dari gesekan benang IUD yang menyebabkan iritasi lokal sehingga
menyebabkan sel superfisialis terkelupas dan terjadilah ulkus portio dan akhir
nya menjadi ulkus.
Dari posisi IUD yang tidak tepat
menyebabkan reaksi radang non spesifik sehingga menimbulkan Gejala :
a.
Adanya fluxus
b.
Portio terlihat kemerahan dengan batas tidak
jelas
c.
Adanya kontak berdarah
d.
Portio teraba tidak rata
Sekresi sekret vagina yang meningkat dan
menyebabkan kerentanan sel superfisialis dan terjadilah erosi portio.Dari semua
kejadian ulkus portio itu menyebabkan tumbuhnya bakteri patogen, bila sampai
kronis menyebabkan metastase keganasan leher rahim.
Penanggulangannya antara lain:
a.
Membatasi hubungan suami istri
Adanya ulkus porsio membuat porsio mudah
sekali berdarah setiap kali mengalami gesekan sekecil apapun, sehingga
sebaiknya koitus dihindari sampai ulkus sembuh.
b.
Menjaga kebersihan vagina
Bila kebesihan vagina tidak dijaga, maka akan
dapat memperburuk kondisi porsio, sebab akan semakin rentan terkena infeksi
lainnya.
c.
Lama pemakaian IUD harus diperhatikan.
4.
Trauma
Trauma adalah dari aspek medikolegal
sering berbeda dengan pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau
perlukaan adalah hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Sedangkan dalam
pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artinya orang yang sehat,
tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang dapat
menimbulkan kecederaan.
Trauma yang menyebabkan perdarahan di luar
haid contohnya yang sering terjadi pada akseptor IUD dan usai berhubungan intim
(utamanya pada wanita yang telah menopause). Tempat perlukaan yang paling
sering akibat koitus adalah dinding lateral Vagina, vorniks posterior dan kubah
Vagina (setelah histerektomi).
Gejalanya antara lain; nyeri vulva dan vagina, perdarahan dan pembengkakkan
merupakan gejala-gejala yang paling khas. Kemungkinan gejala lainnya adalah
kesulitan dalam urinasi dan ambulasi
Penanganannya sesuai dengan penyebabnya,
misalnya trauma yang disebabkan translokasi IUD, maka IUD nya harus dicabut,
dan diganti dengan alat kontrasepsi lain.Sedangkan buat para wanita yang
menopause yang mengalami perdarahan setelah koitus, bisa diberi terapi hormon.
5. Polip Endometrium
Polip endometrium juga
disebut polip rahim. Ini adalah pertumbuhan kecil yang tumbuh sangat lambat
dalam dinding rahim, memiliki basis datar besar dan mereka melekat pada rahim
melalui gagang bunga memanjang. Bentuknya dapat bulat atau oval dan biasanya
berwarna merah. Seorang wanita dapat memiliki polip endometrium satu atau
banyak, dan kadang-kadang menonjol melalui vagina menyebabkan kram dan
ketidaknyamanan. Polip endometrium dapat menyebabkan kram karena mereka
melanggar pembukaan leher rahim. Polip ini dapat terjangkit jika bengkok dan
kehilangan semua pasokan darahnya. Ada kejadian langka saat ini polip menjadi
kanker. Wanita yang telah mengalaminya terkadang sulit untuk hamil.
Tidak ada penyebab pasti dari polip endometrium, tetapi
pertumbuhan mereka dapat dipengaruhi oleh kadar hormon, terutama estrogen.
Seringkali tidak ada gejala, tetapi beberapa gejala dapat diidentifikasi terkait
dengan pembentukannya.
a.
Sebuah kesenjangan antara perdarahan haid
b.
Tidak teratur atau perdarahan menstruasi yang
berkepanjangan
c.
Perdarahan haid yang terlalu berat
d.
Rasa sakit atau dismenore (nyeri dengan
menstruasi)
Polip endometrium dapat dideteksi melalui
pelebaran dan kuretase, CT scan, ultrasound atau histeroskopi. Histeroskopi
adalah prosedur dimana lingkup kecil dimasukkan melalui leher rahim ke dalam
rongga rahim untuk mencari polip atau kelainan rahim lainnya. Polip endometrium
dapat dihapus dan diobati melalui operasi dengan menggunakan kuretase atau
histerektomi. Jika kuretase dilakukan, polip dapat terjawab tapi untuk
mengurangi risiko ini, rahim biasanya dieksplorasi oleh histeroskopi pada awal
proses bedah. Sebuah polip besar dapat dipotong menjadi bagian-bagian sebelum
sepenuhnya disingkirkan. Jika ditemukan polip menjadi kanker, histerektomi
harus dilakukan. Ada probabilitas tinggi kekambuhan polip bahkan dengan
perawatan di atas. Polip endometrium biasanya sel jinak, dapat menjadi
prakanker atau kanker. Sekitar 0,5 persen dari polip endometrium mengandung
sel-sel adenokarsinoma. Sel-sel ini akhirnya akan berkembang menjadi kanker.
Polip dapat meningkatkan risiko keguguran pada wanita yang menjalani
fertilisasi in vitro dalam perawatan. Jika berkembang dekat saluran telur,
dapat menjadi penyebab kesulitan dalam menjadi hamil.
Polip rahim biasanya terjadi pada wanita
di usia 40-an dan 50-an. Wanita yang memiliki faktor risiko tinggi adalah
mereka yang mengalami obesitas, memiliki tekanan darah tinggi. dan memiliki
sejarah polip serviks dalam keluarga.
Terapi penggantian hormon dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya polip
endometrium. Wanita yang menggunakan hormonal Intra Uterine Device yang tingkat
tinggi levonorgestrel dapat mengurangi kejadian polip. Satu dari setiap sepuluh
perempuan dapat memiliki polip endometrium, dan diperkirakan bahwa sekitar 25
persen dari mereka yang mengalami pendarahan vagina abnormal memiliki polip
endometrium. (Pratiwi, 2012)
D.
Patologi Perdarahan di Luar Haid
Menurut schroder pada tahun 1915, setelah penelitian
histopatologik pada uterus dan ovario pada waktu yang sama, menarik kesimpulan
bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia hemorrágica terjadi karena
persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan
pembentukan corpus luteum.
Akibatnya terjadilah hiperplasia endometrium karena
stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus menerus. Penelitian menunjukan pula bahwa perdarahan
disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium yaitu
endometrium atropik, hiperplastik, ploriferatif, dan sekretoris, dengan
endometrium jenis non sekresi merupakan bagian terbesar. Endometrium jenis
nonsekresi dan jenis sekresi penting artinya karena dengan demikian dapat
dibedakan perdarahan anovulatori dari perdarahan ovuloatoir.
Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua
jenis perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan
memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoir gangguan
dianggap berasal dari factor-faktor neuromuskular, vasomotorik, atau
hematologik, yang mekanismenya Belem seberapa dimengerti, sedang perdarahan
anovulatoir biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin.
(Lizawati, 2012)
E.
Gambaran Klinik
1.
Perdarahan
ovulatori
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10 % dari
perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenore) atau panjang (oligomenore).
Untuk menegakan diagnosis perdarahan ovulatori perlu dilakukan kerokan pada
masa mendekati haid. Jika karena perdarhan yang lama dan tidak teratur siklus
haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk survei suhu badan basal
dapat menolong.
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari
endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan
sebagai etiologinya:
a) Korpus Luteum Persistens
Dalam hal ini dijumpai perdarahan Madang-kadang
bersamaan dengan ovarium yang membesar. Sindrom ini
harus dibedakan dari kelainan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil
pemeriksaan panggul sering menunjukan banyak persamaan antara keduanya. Korpus
luteum persistens dapat menimbulkan pelepasan endometrium yagn tidak teratur
(irregular shedding). Diagnosis ini
di buat dengan melakukan kerokan yang tepat pada waktunya, yaitu menurut Mc.
Lennon pada hari ke 4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium
dalam tipe sekresi disamping nonsekresi.
b)
Insufisiensi
Korpus Luteum
Hal ini dapat menyebabkan premenstrual spotting,
menoragia atau polimenore. Dasarnya ahÃla kurangntya produksi progesteron
disebabkan oleh gangguan LH realizing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil
biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium
yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
c)
Apopleksia
Uteri
Pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya
pembuluh darah dalam uterus.
d)
Kelainan Darah
Seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan
dalam mekasnisme pembekuan darah.
2.
Perdarahan
anovulatoir
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya
endometrium. Dengan menurunya Kadar estrogen dibawah tingkat tertentu timbul
perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklik, Kadang-kadang tidak teratur sama
sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkutpautnya dengan
jumlah folikel yang pada statu waktu fungsional aktif. Folikel – folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum
mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel – folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh
estrogen tumbuh terus dan dari endometrium yang mula-mula ploriferasi dapat terjadi endometrium
bersifat hiperplasia kistik.
Jika gambaran ini diperoleh pada kerokan maka dapat
disimpulkan adanya perdarahan anovulatoir. Perdarahan fungsional dapat terjadi pada setiap
waktu akan tetapi paling sering pada masa permulaan yaitu pubertas dan masa
pramenopause. Pada masa
pubertas perdarahan tidak normal disebabkan oleh karena gangguan atau
keterlambatan proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan
realizing faktor tidak sempurna. Pada masa pramenopause proses
terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar. Bila pada masa pubertas
kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan lambat laun keadaan menjadi
normal dan siklus haid menjadi ovulatoir, pada seorang dewasa dan
terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak
diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada
penderita-penderita dengan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit
darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor ovarium dan sebagainya. Akan
tetapi disamping itu terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional
tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut. Selain itu faktor psikologik juga
berpengaruh antara lain stress kecelakaan, kematian, pemberian obat penenang
terlalu lama dan lain-lain dapat menyebabkan perdarahan anovulatoir.
(Lizawati, 2012)
F. Diagnosis
a)
Perlu
ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang
pendek atau oleh oligomenore/ amenore, sifat perdarahan (banyak atau
sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainnya.
b)
Pada
pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke arah
kemungkinaan penyakit metabolik, endokrin, penyakit menahun. Kecurigaan
terhadap salah satu penyakit tersebut
hendaknya menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan dengan teliti ke arah
penyakit yang bersangkutan.
c)
Pada
pemeriksaan gynecologic perlu dilihat
apakah tidak ada kelainan-kelainan organik yang menyebabkan perdarahan abnormal
(polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu).
d)
Pada pubertas
tidak perlu dilakukan kerokan untuk menegakan diagnosis. Pada wanita umur 20-40
tahun kemungkinan besar adalah kehamilan terganggu, polip, mioma submukosum,
e)
Dilakukan
kerokan apabila sudah dipastikan tidak mengganggu kehamilan yang masih bisa diharapkan. Pada wanita
pramenopause dorongan untuk melakukan kerokan adalah untuk memastikan ada
tidaknya tumor ganas.
(Lizawati, 2012)
G. Penanganan
- Istirahat baring dan transfusi darah
- Bila pemeriksaan gynecologik menunjukan
perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada abortus inkompletus,
perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon steroid.
Dapat diberikan :
a)
Estrogen dalam
dosis tinggi
Supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan
berhenti. Dapat diberikan secara IM dipropionas estradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau
valeras estradiol 20 mg. Tetapi apabila suntikan dihentikan perdarahan dapat
terjadi lagi.
b) Progesteron
Pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen
terhadap endometrium, dapat diberikan kaproas hidroksi progesteron 125 mg,
secara IM, atau dapat diberikan per os sehari nirethindrone 15 mg atau asetas
medroksi progesteron (provera) 10 mg, yang dapat diulangi berguna dalam
masa pubertas.
(Lizawati, 2012)